Perlu Cerewet Soal Legalitas
Lahan di perkotaan kian terbatas. Maksud hati bermukim di rumah dengan perkarangan luas hanya pelemparan batu alias dekat ke tempat kerja menjadi sirna. Kelangkaan tanah membuat harga tanah melambung tinggi, akhirnya pemukiman di tengah kota dibangun vertikal.
Hunian vertikal yang sering disebut apartemen, condomunium, rumah susun lambat laun menjadi pilihan masyarakat. Beragam pilihan harganya pun dapat disesuaikan tergantung lokasi dan konsep yang ditawarkan oleh pengembang. Pilihan untuk tinggal di hunian vertikal cukup logis mengingat kekacauan transportasi di tengah-tengah kota.
Untuk membeli sebuah hunian vertikal misal apartemen , kita harus cerewet alias teliti soal legalitasnya. Apalagi apartemen yang dibeli harganya cukup tinggi.
Pertama anda bisa bertanya status tanahnya. Status tanah bisa berupa HGB (Hak Guna Bangunan). HGB ini berarti mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri; dengan jangka waktu yang terbatas dan dapat diperpanjang (maksimal 30 tahun) dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Pemiliknya warga Negara Indonesia dan atau badan hukum yang ada dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang dapat memiliki hak tersebut; dapat dialihkan kepada pihak lain; dapat dijadikan jaminan hutang. Status tanah bisa berupa HPL (Hak Pengelolaan Lahan), ini berarti mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang dimiliki oleh negara, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian. Untuk mengetahui status tanah project tersebut anda juga bisa bertanya kepada BPN langsung atau bisa melalui website.
Kedua, cari tahu apakah project tersebut telah mengantongi dan memiliki ijin seperti SIPPT (Surat Ijin Peruntukan dan Penggunaan Tanah), IMB (Ijin Mendirikan Bangunan).